[kisah nyata] Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi
astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki
sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang
pilot. Namun, sesuatu pun terjadilah.
Gedung putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger.
Dan
warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru.
Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari
aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA.
Doaku terkabulkan! Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar
terjadi padaku.
Selama beberapa minggu berikutnya,
perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan
mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku
semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima
panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy
Space Center. Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku
menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir.
Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara.
Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa.
Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina McAufliffe.
Aku kalah.
Impian hidupku hancur.
Aku mengalami depresi.
Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku.
Aku
mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku
yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam?
Aku berpaling pada ayahku. Katanya, “Semua terjadi karena suatu alasan.”
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk
melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara
landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku
bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa
bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua
pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak,
dan menewaskan semua penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku,
“Semua terjadi karena suatu alasan.”
Aku
tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat
menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di
bumi ini.
Aku memiliki misi lain dalam hidup.
Aku tidak kalah; aku seorang pemenang.
Aku menang karena aku telah kalah.
Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan .
( Sumber : www.antonhuang.com )
“Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
jadikanlah kegagalan sementara ini sbg momen utk KOREKSI DIRI..
Kurang persiapan? Kurang perjuangan? Kurang usaha? Jadikan momen ini
utk berubah menjadi pribadi yg LEBIH BAIK!!
kamu punya misi lain, tempat lain, dan yang pasti lebih baik jika kamu berusaha :)
keep fight kawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar